Sabtu, 28 Agustus 2010

Tentang situs Faithfreedom: Surat Ulil kepada seorang teman


[Catatan: "Note" ini saya tulis untuk seorang kawan di Facebook yang menulis surat pribadi ke saya tentang kegundahannya karena membaca sejumlah bahan-bahan dalam situs Faithfreedom. Semoga catatan ini bermanfaat untuk teman-teman yang lain].
SECARA pribadi, saya kerapkali menerima email-email yang isinya menyerang Islam dan bahan-bahannya, antara lain, diambil dari situs yang terkenal, “Faithfreedom”. Situs ini dikelola oleh seorang ex-Muslim bernama Ali Sina.
Menurut saya, Ali Sina, dalam beberapa hal, sama persis dengan Hj. Irena Handono, seorang yang konon mantan biarawati dan kemudian masuk Islam. Keduanya sama-sama meninggalkan agama yang mereka peluk, Islam dalam kasus Ali Sina dan Katolik dalam kasus Irena. Keduanya sama-sama menjelek-jelakkan “bekas agama” yang pernah mereka peluk. Perbedaannya, Ali Sina keluar dari Islam untuk kemudian menjadi agnostik, alias tak memeluk agama lain. Sementara, Irena meninggalkan Katolik untuk memeluk agama lain, yaitu Islam.
Sikap kedua orang ini sama sekali kurang saya sepakati. Saya tentu menghormati sikap seseorang yang pada tahap tertentu dalam hidupnya merasa tidak puas pada agama “warisan” yang ia peroleh dari keluarganya untuk kemudian meninggalkannya sama sekali; entah meninggalkan agama itu untuk memeluk agama baru yang lain, atau meninggalkan agama sama sekali. Itu adalah bagian dari kebebasan agama yang harus kita hormati pada masing-masing orang. Tetapi menjelek-jelekkan agama yang pernah anda peluk, tentu tak etis, sama tak etisnya dengan anda pindah kerja dari sebuah kantor ke kantor lain, seraya menjelek-jelekkan kantor sebelumnya.
Saya termasuk orang yang tak suka pada semangat di balik situs faithfreedom. Situs ini, menurut saya, secara tersembunyi ingin “menyerang Islam” dengan tujuan untuk mempromosikan agama Kristen, walaupun hal ini dilakukan secara tidak terang-terangan. Cara seperti ini sama dengan yang dilakukan oleh kelompok Islam apologetik atau fundamentalis yang juga gemar menyerang dan mencari segala kejelekan agama lain, terutama Kristen, seraya ingin mempromosikan Islam sebagai agama terbaik.
Kalau anda mencari kejelekan agama, maka anda dengan mudah bisa menjumpainya. Semua agama mengandung kelemahannya masing-masing. Saya tak pernah setuju dengan siapapun yang mengatakan bahwa agama yang ia peluk adalah terbaik secara mutlak. Menurut saya, pandangan seperti itu tidak tepat. Kalau kita mau jujur, ada banyak kelemahan dalam semua agama: Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Taoisme, Zen, Sikh, Jain, Zoroastrianisme, dll. Tetapi setiap agama juga memiliki kelebihannya masing-masing. Saya menyukai metafor dalam dunia tasawwuf atau mistik: kebenaran adalah seperti cermin yang retak; masing-masing agama memungut secuil dari pecahan cermin itu.
Kalau pengelola situs faithfreedom ingin menunjukkan kelemahan Islam, antara lain melalui orang-orang eks-Muslim, dan sekaligus secara sembunyi-sembunyi ingin menunjukkan bahwa Kristen adalah terbaik, maka mereka jelas salah sekali. Kita bisa menemukan kelemahan yang sama dalam Kristen. Kritik yang keras pada sejumlah kelemahan Kristen sudah terlalu banyak ditulis oleh sejumlah kalangan, mulai dari para filosof, saintis, sampai orang-orang biasa, bahkan kalangan “dalam” Kristen sendiri.
Sekali lagi, kalau anda mau mencari kelemahan suatu agama, anda akan dengan mudah bisa melakukannya. Sebagian orang Kristen mungkin saja gembira sekali membaca bahan-bahan dalam situs faithfreedom itu, sebab bisa dipakai sebagai alat menyerang agama Islam. Begitu juga orang Islam akan gembira membaca serangan-serangan terhadap agama Kristen yang ditulis oleh para sarjana Barat misalnya. Banyak kalangan penulis Muslim yang gemar sekali mengutip sejumlah kritik terhadap agama Kristen yang dilakukan oleh sarjana Barat yang sebagian juga seorang Kristeb. Mereka seolah-olah hendak berkata, “Lihat saja, orang Kristen saja mengakui kelemahan agama itu.
Kalau kita mau memahami agama secara baik, maka cara seperti itu tidak terlalu banyak gunanya. Yang timbul dari sana hanya saling cerca dan ejek. Yang ingin saya kembangkan pada kalangan Islam adalah kesadaran positif bahwa masing-masing pihak harus sadar akan kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Sikap semacam ini juga relevan dikembangkan dalam semua agama.
BAGAIMANA kita menanggapi kritik-kritik terhadap Islam seperti dilakukan oleh orang-orang semacam Ali Sina yang tulisan-tulisannya banyak dimuat dalam situs faithfreedom itu?
Walaupun saya tidak sepakat dengan semangat di balik situs faithfreedom, saya kadang-kadang membaca secara sekilas beberapa artikel yang ditulis oleh Ali Sina dan kawan-kawan. Kritik-kritik mereka terhadap Islam, dalam banyak hal, bermanfaat, terutama untuk mengimbangi sejumlah kleim kalangan Islam yang kadang-kadang agak “kebablasan”.
Kenapa saya tidak sepakat dengan semangat situs itu? Sebab situs itu mengajak umat Islam untuk keluar dari Islam dengan alasan bahwa Islam adalah agama yang sangat jahat dan buruk sekali. Sekali lagi saya katakan bahwa kalau kita mencari keburukan setiap agama, tentu saja ada saja celah-celahnya. Kita semua tahu, semua agama yang ada sekarang ini, lahir dari zaman pra-modern. Tidak mengherankan jika agama-agama yang ada itu mengandung banyak “kelemahan” dilihat dari sudut pandang kesadaran modern.
Tetapi jika kaca-mata seperti itu yang kita pakai, maka kita harus mengatakan bahwa sebaiknya semua orang harus meninggalkan semua agama, sebab pada semua agama itu akan kita jumpai banyak cacat dan kelemahan dilihat dari sudut pandang sensitifitas modern. Tentu saja, seseorang boleh saja mengambil kesimpulan seperti itu dan mengajak agar semua orang menjauhi agama. Di Barat saat ini sedang marak kecenderungan yang disebut “new atheism” yang memandang semua agama adalah jahat dan jelek. Para penggagas gerakan ini mengkritik semua agama tanpa pandang bulu, terutama Yahudi, Kristen dan Islam. Semua kejelekan agama dibongkar habis.
Contoh yang sangat baik adalah fakta tentang Nabi Muhammad yang mengawini Aisyah pada umur 9 tahun. Meskipun ada kalangan Islam apologetik yang mengingkari fakta itu, tetapi sumber-sumber Islam sendiri jelas mengakui kebenaran fakta tersebut. Apakah dengan demikian Nabi bisa kita sebut melakukan kejahatan pedofilia?
Dalam standar modern, jelas tindakan Nabi seperti itu bisa tampak janggal dan tak masuk akal. Bagaimana mungkin seorang nabi melakukan tindakan seperti itu?
Saya sebagai seorang Muslim akan mencoba menafsirkan fakta itu sebagai berikut. Saya berpandangan sejak awal bahwa tidak semua tindakan Nabi tepat untuk ditiru “mentah-mentah” dalam konteks sekarang, sebab kesadaran manusia terus berkembang, dan karena itu kesadaran mereka mengenai “yang baik” dan “yang buruk” juga ikut berubah. Pada zaman Nabi, praktek menikahi gadis di bawah umur boleh jadi tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan tak pantas. Tetapi, zaman berubah, dan kita sekarang memandang tindakan seperti itu sudah tak pantas lagi ditiru secara harafiah.
Tetapi juga tidak seluruhnya tepat menghakimi Nabi berdasarkan standar modern. Sebab, jika hal itu kita lakukan, maka semua agama bisa kita anggap mengandung cacat. Itu adalah sejenis anakronisme.
Situs faithfreedom menurut saya seperti seorang yang menulis biografi seseorang, tetapi dengan semata-mata menyorot aspek keburukan orang itu, tanpa menyinggung sedikitpun kebaikan orang tersebut. Membaca bahan-bahan dalam faithfreedom memberi kesan bahwa Islam seolah-olah agama yang seluruhnya buruk dan tak menyumbangkan kebaikan apapun pada peradaban manusia.
Anda bisa melakukan hal yang sama seperti ditempuh oleh situs faithfreedom itu kepada semua agama. Anda bisa saja menulis sebuah buku khusus untuk mengorek-ngorek kesalahan Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, dst. Anda bisa menulis buku seperti itu dan mengesankan bahwa agama-agama itu sama sekali tak mengandung kebaikan apapun, bahwa agama-agama itu seluruhnya jelek.
Sekali lagi, cara seperti ini sama sekali tidak tepat dan hanya akan menimbulkan sikap fobia, rasialisme, dan kebencian antar golongan.
Dengan mengatakan itu semua, bukan berarti saya ingin agar kita semua diam tak usah mengkritik agama apapun. Sikap terakhir ini juga tak tepat. Inilah sikap yang dalam konteks Amerika sekarang sering disebut sebagai “political correctness” atau “religious correctness“. Menurut saya, setiap agama bisa dikritik dan seharusnya memang dikritik secara terus-menerus. Tetapi kritik di sini bukan dengan tujuan untuk mencari kejelekan semata-mata pada agama itu. Kritik di sini kita butuhkan untuk menyadarkan bahwa dalam agama yang kita peluk terdapat aspek-aspek yang lemah dan kita harus awas terhadap aspek itu agar tidak “lupa daratan”.
Saya selama ini melakukan kritik terhadap sejumlah doktrin dan penafsiran dalam agama Islam, tetapi saya tidak kehilangan iman dan kepercayaan pada agama saya.
Kekeliruan umat bergama selama ini adalah membayangkan bahwa agama haruslah sempurna seluruhnya dan tak mengandung cacat. Manakala ada pihak lain menunjukkan kelemahan agama itu, maka orang bersangkutan marah bukan main dan berusaha menolak sekeras-kerasnya adanya kelemahan itu. Ini sikap apologetik yang menurut saya tidak sehat.
Saya tidak pernah mempunyai bayangan seperti itu. Saya tidak membayangkan bahwa Islam harus seluruhnya sempurna dan tanpa cacat. Sebagai agama yang lahir pada zaman pra-modern, tentu Islam memiliki beberapa ajaran yang tak seluruhnya tepat dengan zaman sekarang. Oleh karena itu Islam harus ditafsirkan terus-menerus. Kritik terhadap sejumlah ajaran dalam Islam harus ditanggapi secara positif agar kita terus mencari rumusan yang tepat dengan konteks yang terus berubah.
Selama ini, saya sering mendapat email dan tanggapan yang dikirim secara pribadi ke saya. Banyak yang bertanya: kalau Sdr. Ulil mengkritik sejumlah doktrin dan ajaran dalam Islam, kenapa anda tidak pindah agama saja? Buat apa mengikuti sebuah agama yang anda anggap mengandung kelemahan? Kenapa tidak mencari agama yang lain saja?
Tanggapan saya?
Kalaupun saya pindah ke agama lain, situasi serupa akan saya hadapi juga. Setiap agama mengandung kelemahan, selain, tentu, kelebihan masing-masing. Kalau saya meninggalkan Islam dan memeliuk agama lain, saya akan memeluk agama yang akan memiliki kelemahan serupa.
Sikap yang terbaik, menurut saya, adalah bahwa setiap orang loyal pada agamanya masing-masing, mencoba memaksimalkan kebaikan-kebaikan yang ada pada masing-masing agama itu untuk membangun dunia yang lebih baik, seraya awas dan sadar pada kelemahan-kelemahan yang ada.
Saya tahu bahwa setiap umat beragama akan menganggap agamanya sebagai yang terbaik. Tak ada yang salah dalam sikap semacam itu, asal dalam proporsi yang wajar. Sikap seperti itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan mempunyai kecintaan yang mendalam pada agama yang dipeluknya itu.
Setiap orang tua tentu bisa dimaklumi jika beranggapan bahwa anaknya adalah anak terbaik, anak yang menakjubkan. Asal sikap semacam ini terjaga dalam “dosis” yang wajar, menurut saya sehat saja. Sudah seharusnya kita masing-masing sunguh-sungguh pada agama yang kita peluk, loyal pada agama itu, memperdalam komitmen kita padanya. Tetapi, kita juga tak boleh berlebihan. Kita harus jangan lupa bahwa agama yang kita cintai itu boleh jadi tidak sesempurna yang kita bayangkan. Oleh karena itu, kita harus membuka diri pada kritik.
Inilah sikap keislaman yang saya anut selama ini. Semoga surat saya ini bermanfaat.[Ulil]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar